harianbenua.com – Industri kimia memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional dengan menyerap modal besar, menciptakan lapangan kerja, dan menghasilkan nilai tambah. Sebagai bagian dari 10 industri prioritas nasional, industri kimia diharapkan menjadi penggerak utama pembangunan industri nasional yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan Visi Indonesia 2045.
Guna memperkuat kontribusi ini, Ikatan Alumni Teknik Kimia ITB bersama akademisi dan praktisi menyusun Buku Putih bertajuk “Menuju Ketangguhan Industri Kimia Nasional”. Buku ini diharapkan menjadi masukan penting bagi Peta Jalan Pengembangan Industri Kimia Nasional yang tengah disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menjelaskan, “Masukan dalam Buku Putih ini akan menjadi referensi untuk melengkapi dan memfinalisasi Peta Jalan Industri Kimia. Dokumen ini menjadi rencana induk terintegrasi sebagai dasar pengembangan kebijakan untuk memastikan pelaksanaan pengembangan industri kimia nasional berjalan terarah.”
Pada 2021, kontribusi sektor industri terhadap PDB hanya mencapai 18,9 persen, jauh dari target untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, ketergantungan tinggi pada bahan impor menciptakan defisit besar pada neraca perdagangan. Untuk keluar dari Middle Income Trap sebelum 2045 dan mencapai Visi Indonesia 2045, kontribusi sektor manufaktur perlu ditingkatkan menjadi minimal 26 persen PDB, dengan industri kimia menyumbang 13 persen dari total tersebut.
Buku Putih ini juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi industri kimia nasional, yakni ketergantungan pada bahan baku berbasis fosil (fossil-based). Hal ini tidak hanya berdampak pada defisit perdagangan, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan substitusi bahan baku fosil menjadi produk berbasis hayati (bio-product). Optimalisasi pemanfaatan sumber daya hayati dan penerapan kebijakan industri kimia yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, ditambah penerapan ekonomi sirkular, menjadi langkah strategis untuk mencapai target tersebut.
Keberhasilan pengembangan industri kimia nasional membutuhkan sinergi intensif antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan peneliti dalam kerangka triple helix. Dukungan riset dan inovasi yang mumpuni, peningkatan investasi, serta daya saing menjadi kunci untuk memaksimalkan kontribusi insinyur dan ilmuwan Indonesia.
Saat ini, Indonesia belum masuk dalam 20 besar dunia pada Index Availability Engineer & Scientist, meskipun jumlah insinyurnya berada di 10 besar. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan kualitas dan daya saing produk, inovasi, serta kinerja insinyur dan ilmuwan. Untuk itu, diperlukan anggaran penelitian dan pengembangan yang memadai, serta penerapan industrialisasi inteligensia massal secara berkesinambungan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan industri kimia nasional dapat menjadi pilar utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan membawa Indonesia menuju negara maju sesuai Visi 2045.